PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
Pertumbuhan Koperasi di Indonesia
Pertumbuhan
koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di
Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan
pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping
banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid
yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak
boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi
yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut
oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di
Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank
secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan
Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di
Jerman. Setelah ia kembali dari cuti ia mengembangkan koperasi
simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja .
Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah
model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari
zakat.-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Berikut adalah perkembangan koperasi di Indonesia berdasarkan zamannya :
1. Koperasi di Indonesia sebelum merdeka
dimulai sejak tahun 1896 (Ahmed 1964,
h. 57) yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang.
Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun
dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang
berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jika
kalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada
kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula
koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang
konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan
penyediaan
barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari
berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan
menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis
kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah
kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti
kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan
kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang
keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan
sebagainya (Masngudi 1989, h. 1-2).
Pertumbuhan
koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di
Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan
pinjam. Untuk
memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak menggunakan
uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya
(Djojohadikoesoemo, 1940, h 9). Setelah beliau mengetahui bahwa hal
tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara
utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan
R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van
Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia
cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen
(koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali
dari cuti melailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana
telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan
simpan pinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam
lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat. Selanjutnya Boedi Oetomo
yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk
keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun
1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan
sehari-hari dengan cara membuka toko – toko koperasi. Perkembangan yang
pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan
social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda.
Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam
kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat
perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan
Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
a. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
b. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
c. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal;
dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50. Pada
akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang
mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN)
yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah
K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji
Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana
branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota.
Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode
“nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan
diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai
ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915
tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi.
Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu
penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang
berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu
‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas
neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk
berkoperasi. Hasil
dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi putera
berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ). Berkaitan
dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya
didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga
pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau
menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh
Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada
tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan
kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran
penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh
Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan
pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi
dengan tugas:
a. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan;
b.
dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya;
c.
memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan,
cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut
perusahaan-perusahaan;
d. penerangan tentang organisasi perusahaan;
e. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia ( Raka.1981,h.42) DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin “Komisi Koperasi” 1920 ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam
berntuk Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam Staatsblad no.
108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915.
Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa
dan golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu
berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun
1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan
Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur
Asing. Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya
untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di
lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori
dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan
dan mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang produksi mulai
tumbuh dan berkembang antara lain koperasi batik yang diperlopori oleh
H. Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris. Perkembangan koperasi semenjak
berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930 menunjukkan suatu tingkat
perkembangan yang terus meningkat. Jika kalau pada tahun 1930 jumlah
koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan
jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang
menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari 574 koperasi tersebut
diantaranya 423 kopersi (77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang
simpan - pinjam (Djojohadikoesoemo,1940 h.82) sedangkan selebihnya
adalah kopersi jenis konsumsi ataupun produksi. Dari 423 koperasi
simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah adalah koperasi lumbung. Pada
masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal
menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia
menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum
serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui
sementara waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan Pemerintah
Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan
Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan
Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di
Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan
persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jika
kalau masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus
mendapat izin Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat maupun aturanaturannya
b. Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau persidangan diadakan
c. Nama orang yang bertangguing jawab, kepengurusan dan anggotaanggotanya
d. Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang bersangkutan itu sekali-kali bukan pergerakan politik.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak
koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja
lagi sebelum mendapat izin baru dari”Scuchokan”. Undang-undang ini pada
hakekatnya bermaksud mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari segi
kepolisian (Team UGM 1984, h. 139 – 140). Perkembangan Pemerintahan
pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah ekonomi yang semakin
sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi). Pemerintah pada waktu itu
melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di
desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan distribusi barang yang
jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan tekanan
ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok
dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang
memerlukan barang - barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang
(misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan
sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui
“Kumiai”. Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah
bala tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya. Peranan koperasi
sebagaimana dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara
Jepang tersebut sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada
umumnya.
2. Koperasi di Indonesia setelah merdeka
Keinginan dan semangat untuk berkoperasi yang hancur akibat politik pada masa kolonial belanda dan dilanjutkan oleh sistem kumini pada
zaman penjajahan jepang, lambat laun setelah Indonesia merdeka kembali
menghangat. Apalagi dengan adanya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
tahun 1945, pada pasal 33 yang menetapkan koperasi sebagai soko guru
perekonomian Indonesia, maka kedudukan hukum koperasi di Indonesia
benar-benar menjadi lebih mantap. Dan sejak saat itu Moh.Hatta sebagai
wakil presiden Republik Indonesia lebih intensif mempertebal kesadaran
untuk berkoperasi bagi bangsa Indonesia, serta memberikan banyak
bimbingan dan motivasi kepada gerakan koperasi agar meningkatkan cara
usaha dan cara kerja, atas jasa-jasa beliau lah maka Moh.Hatta diangkat
sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Beberapa kejadian penting yang mempengaruhi perkembangan koperasi di Indonesia :
· Pada
tanggal 12 Juli 1947, dibentuk SOKRI (Sentral Organisasi Koperasi
Rakyat Indonesia) dalam Kongres Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya,
sekaligus ditetapkannya sebagai Hari Koperasi Indonesia.
· Pada
tahun 1960 dengan Inpres no.2, koperasi ditugaskan sebagai badan
penggerak yang menyalurkan bahan pokok bagi rakyat. Dengan inpres no.3,
pendidikan koperasi di Indonesia ditingkatkan baik secara resmi di
sekolah-sekolah, maupun dengan cara informal melalui siaran media
masa,dll yang dapat memberikan informasi serta menumbuhkan semangat
berkoperasi bagi rakyat.
· Lalu pada tahun 1961, dibentuk Kesatuan Organisasi Koperasi Seluruh Indonesia (KOKSI).
· Pada
tanggal 2-10 Agustus 1965, diadakan (Musyawarah Nasional Koperasi)
MUNASKOP II yang mengesahkan Undang-Undang koperasi no.14 tahun 1965 di
Jakarta.
3. Koperasi di Indonesia pada zaman orde baru hingga sekarang
Tampilan
orde baru dalam memimpin negeri ini membuka peluang dan cakrawala baru
bagi pertumbuhan dan perkembangan perkoperasian di Indonesia, dibawah
kepemimpinan Jenderal Soeharto. Ketetapan MPRS no.XXIII membebaskan
gerakan koperasi dalam berkiprah.
Berikut beberapa kejadian perkembangan koperasi di Indonesia pada zaman orde baru hingga sekarang :
· Pada
tanggal 18 Desember 1967, Presiden Soeharto mensahkan Undang-Undang
koperasi no.12 tahun 1967 sebagai pengganti Undang-Undang no.14 tahun
1965.
· Pada tahun 1969, disahkan Badan Hukum terhadap badan kesatuan Gerakan Koperasi Indonesia (GERKOPIN).
· Lalu pada tanggal 9 Februari 1970, dibubarkannya GERKOPIN dan sebagai penggantinya dibentuk Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
· Dan
pada tanggal 21 Oktober 1992, disahkan Undang-Undang no.25 tahun 1992
tentang perkoperasian, undang-undang ini merupakan landasan yang kokoh
bagi koperasi Indonesia di masa yang akan datang.
· Masuk tahun 2000an hingga sekarang perkembangan koperasi di Indonesia cenderung jalan di tempat.Sumber : http://gahaabipraya.blogspot.com/2011/01/perkembangan-koperasi-di-indonesia.html
Kesimpulan : koperasi sudah berdiri sejak tahun 1896 oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwekerto.
Pada awal perkembangannya koperasi bergerak dibidang simpan pinjam.
Diawal perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.
Tapi koperasi sempat hancur pada saat pemerintahan belanda dan setelah merdeka koperasi kembali bangkit lagi apalagi kopeasi sebagai soko perekonomian indonesia membuat koperasi kedudukannya menjadi lebih mantap.
Tapi pada saat sekarang peregerakan koperasi menjadi lambat atau jalan ditempat mungkin karena sekarang suad adanya bank dan tempat penyimpanan uang lainnya yang lebih praktis.
Dan didesa-desa koperasi masih aktif diperguanakan seperti dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar