Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, jasa transportasi udara sedang menjadi sorotan sejak terjadinya kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di
Selat Karimata, Pangkalanbun, Kalimantan Tengah. Terlebih lagi,
timbulnya seretan dampak dari insiden mengejutkan yang terjadi pada 28
Desember silam. Salah satunya, tidak akan ada lagi tiket pesawat
berharga miring.
Kementerian Perhubungan menyatakan setelah tarif batas bawah dinaikkan 40 persen mulai 30 Desember 2014, maka tidak ada lagi tiket pesawat di bawah Rp 500 ribu. Kementerian berharap aturan baru ini dapat membantu meningkatkan margin keuntungan para maskapai penerbangan sehingga bisa lebih mengutamakan keselamatan.
Berita mengenai kebijakan penghapusan tiket pesawat murah ini pun cepat mencuat hingga ke seluruh dunia. Tak hanya media lokal, sejumlah media asing pun mengabarkan mengenai berita ini.
Seperti laman Reuters yang dikutip Sabtu, (10/1/2015), menyorot maskapai penerbangan komersial Indonesia yang memiliki kecepatan tumbuh cukup tinggi. Namun, hal ini tak diimbangi dengan catatan keamanan hingga Komisi Eropa melarang semua penerbangan Indonesia, terkecuali Garuda Indonesia dan AirAsia terbang ke Eropa.
Tak hanya mengungkap penjelasan tersebut, laman Reuters juga memberitakan mengenai penyebab dan bagaimana dampak kebijakan terhadap maskapai penerbangan. Jelas, kebijakan ini akan berdampak pada Garuda. Sementara Sriwajaya Air mengaku bahwa kebijakan tidak akan berpengaruh bagi mereka dan AirAsia masih memilih untuk tidak bersuara.
AirAsia nampaknya hanya berkenan untuk membicarakan mengenai peristiwa nahas yang menitip mereka. Seperti yang dilansir dari laman Times, Sabtu, (10/1/2015), CEO AirAsia Tony Fernandes hanya mempertegas bahwa kebijakan ini bukan disebabkan oleh kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501, melainkan hanya masalah perbaikan administrasi saja.
Times juga mengutip pernyataan dari Staf Khusu Menteri Perhubungan, Hadi M. Djuraid, bahwa kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan standar keselamatan maskapai penerbangan. Sebab, menurunkan standar pelayanan memang diperbolehkan, tetapi terlarang untuk menurunkan standar keamanan.
Kebijakan ini tidak disambut baik oleh warga Indonesia, terbukti dari kicauan para pengguna sosial media. Tiket ini tak hanya menghambat warga Indonesia untuk melancong, tetapi juga berpengaruh bagi masalah pekerjaan, seperti permasalahan TKI.
Sudut pandang yang sama dengan Times juga ditertera pada laman CNBC. Intervensi pemerintah dalam penghapusan harga tiket pesawat murah ini sangat sensitif terhadap warga Indonesia. Penurunan target pariwasata baik dari mancanegara maupun lokal tentu menjadi dampak yang paling terlihat seperti perkataan dari Peter Harbison, ketua eksekutif di CAPA-Centre for Aviation.
Andrew Herdman, Direktur Jenderal Malaysia Association of Asia Pacific Airlines (AAPA) menilai kebijakan ini dirasakan akan membebani para penumpang pesawat dna maskapai penerbangan. Sebab, tidak ada hubungan antara keselamatan penerbangan dan harga tiket. (Aufa/Ndw)
Sumber : http://bisnis.liputan6.com/read/2159040/ri-hapus-tiket-pesawat-murah-jadi-sorotan-dunia
Kementerian Perhubungan menyatakan setelah tarif batas bawah dinaikkan 40 persen mulai 30 Desember 2014, maka tidak ada lagi tiket pesawat di bawah Rp 500 ribu. Kementerian berharap aturan baru ini dapat membantu meningkatkan margin keuntungan para maskapai penerbangan sehingga bisa lebih mengutamakan keselamatan.
Berita mengenai kebijakan penghapusan tiket pesawat murah ini pun cepat mencuat hingga ke seluruh dunia. Tak hanya media lokal, sejumlah media asing pun mengabarkan mengenai berita ini.
Seperti laman Reuters yang dikutip Sabtu, (10/1/2015), menyorot maskapai penerbangan komersial Indonesia yang memiliki kecepatan tumbuh cukup tinggi. Namun, hal ini tak diimbangi dengan catatan keamanan hingga Komisi Eropa melarang semua penerbangan Indonesia, terkecuali Garuda Indonesia dan AirAsia terbang ke Eropa.
Tak hanya mengungkap penjelasan tersebut, laman Reuters juga memberitakan mengenai penyebab dan bagaimana dampak kebijakan terhadap maskapai penerbangan. Jelas, kebijakan ini akan berdampak pada Garuda. Sementara Sriwajaya Air mengaku bahwa kebijakan tidak akan berpengaruh bagi mereka dan AirAsia masih memilih untuk tidak bersuara.
AirAsia nampaknya hanya berkenan untuk membicarakan mengenai peristiwa nahas yang menitip mereka. Seperti yang dilansir dari laman Times, Sabtu, (10/1/2015), CEO AirAsia Tony Fernandes hanya mempertegas bahwa kebijakan ini bukan disebabkan oleh kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501, melainkan hanya masalah perbaikan administrasi saja.
Times juga mengutip pernyataan dari Staf Khusu Menteri Perhubungan, Hadi M. Djuraid, bahwa kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan standar keselamatan maskapai penerbangan. Sebab, menurunkan standar pelayanan memang diperbolehkan, tetapi terlarang untuk menurunkan standar keamanan.
Kebijakan ini tidak disambut baik oleh warga Indonesia, terbukti dari kicauan para pengguna sosial media. Tiket ini tak hanya menghambat warga Indonesia untuk melancong, tetapi juga berpengaruh bagi masalah pekerjaan, seperti permasalahan TKI.
Sudut pandang yang sama dengan Times juga ditertera pada laman CNBC. Intervensi pemerintah dalam penghapusan harga tiket pesawat murah ini sangat sensitif terhadap warga Indonesia. Penurunan target pariwasata baik dari mancanegara maupun lokal tentu menjadi dampak yang paling terlihat seperti perkataan dari Peter Harbison, ketua eksekutif di CAPA-Centre for Aviation.
Andrew Herdman, Direktur Jenderal Malaysia Association of Asia Pacific Airlines (AAPA) menilai kebijakan ini dirasakan akan membebani para penumpang pesawat dna maskapai penerbangan. Sebab, tidak ada hubungan antara keselamatan penerbangan dan harga tiket. (Aufa/Ndw)
Sumber : http://bisnis.liputan6.com/read/2159040/ri-hapus-tiket-pesawat-murah-jadi-sorotan-dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar