Minggu, 20 Desember 2015

Analisis kasus profesi akuntansi



Kasus Etika Profesi Akuntansi  | Mulyana W Kusuma - Anggota KPU 2004
Kasus anggota KPU ini terjadi pada tahun 2004, Mulyana W Kusuma yan menjadi seorang anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) diduga telah menyuap anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang ketika itu melaksanakan audit keuangan terhadap pengadaan logistik pemilu. Logistik pemili tersebut berupa kotak suara, amplop suara, surat suara, tinta, serta tekhnologi informasi. Setelah pemeriksaan dilaksanakan, BPK meminta untuk dilakukan suatu penyempurnaan laporan. Setelah penyempurnaan laporan dilakukan, BPK menyatakan bahwa laporan yang dihasilkan lebih baik dari laporan sebelumnya, kecuali mengenai laporan teknologi informasi. Maka disepakati laporan akan dilakukan periksaan kembali satu (1) bulan setelahnya.

Setelah satu bulan terlewati ternyata laporannya tak kunjung selesai dan akhirnya diberikan tambahan waktu. Di saat penambahan waktu ini terdengar kabar mengenai penangkapan Mulyana W Kusuma. Dia ditangkap karena tuduhan akan melakukan tindakan penyuapan kepada salah satu anggota tim auditor dari BPK, yaitu Salman Khairiansyah. Tim KPK bekerja sama dengan pihak auditor BPK dalam penangkapan tersebut. Menurut Khoiriansyah, dia bersama Komisi Pemberantas Korupsi mencoba merangkap usaha penyuapan yang dilakukan oleh Mulyana menggunakan perekam gambar pada 2 kali pertemuan.
Penangkapan Mulyana ini akhirnya menimbulkan pro-kontra. Ada pihak yang memberikan pendapat Salman turut berjasa dalam mengungkap kasus ini, tetapi lain pihak memberikan pendapat Salman tak sewajarnya melakukan tindakan tersebut karena hal yang dilakukan itu melanggar kode etik.

Sumber : http://nichonotes.blogspot.co.id/2015/01/contoh-kasus-etika-profesi-akuntansi.html

Analisis :
Seharusnya ada pengemanan yang ketat terhadap proses pemilihan umum seperti ini. Apalagi jika ada tim auditor ingin mengaudit laporan keuangan untuk kegiatan pemilihan umum seharusnya ada penjagaan supaya transaksi dalam bentuk penyuapan seperti ini tidak sampai terjadi.

 

Analisis kasus pelanggaran HAM

Penembakan Misterius



Penembakan Misterius Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak.

Sumber :http://www.smansax1-edu.com/2014/10/contoh-kasus-pelanggaran-ham-di.html

Analisis :
Menurut saya apa yang telah dilakukan diatas termasuk perbuatan yang tidak benar. Walaupun tujuan baik untuk memberantas kejahatan preman tapi cara yang digunakan salah. Negara Indonesia adalah negara hukum dan seharusnya segala tindak kejahatan di proses sesuai hukum yang berlaku. Karena perilaku seperti ini dapat menyebabkan keresahan juga dimasyarakat sesuai dengan apa yang diterangkan diartikel diatas. Semoga kedepannya penegakan hukum di Indonesia semakin baik dan tegas dan juga tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

Penembakan Misterius Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak.

Sumber :http://www.smansax1-edu.com/2014/10/contoh-kasus-pelanggaran-ham-di.html
Penembakan Misterius Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak.

Sumber :http://www.smansax1-edu.com/2014/10/contoh-kasus-pelanggaran-ham-di.html
Penembakan Misterius Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak.

Sumber :http://www.smansax1-edu.com/2014/10/contoh-kasus-pelanggaran-ham-di.html

Jumat, 30 Oktober 2015

Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2004
TENTANG
PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL
PRESIDEN REPUBLIK INDONMESIA



Menimbang
:
a.
bahwa Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat, dapat diwujudkan melalui pembinaan korps Pegawai Negeri Sipil, termasuk kode etiknya;


b.
bahwa untuk menanamkan jiwa korps dan mengamalkan etika bagi Pegawai Negeri Sipil, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2), Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;


2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);


3.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah  (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);


4.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);


5.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


1.
Jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil adalah rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerja sama, tanggung jawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.


2.
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari.


3.
Majelis Kehormatan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat  Majelis Kode Etik adalah lembaga non struktural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.


4.
Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan atau perbuatan  Pegawai Negeri Sipil yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik.


5.
Pegawai Negeri Sipil adalah Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.


6.
Pejabat yang berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat yang berwenang menghukum atau Pejabat lain yang ditunjuk.
BAB II
PEMBINAAN JIWA KORPS PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 2


Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan ketaatan  Pegawai Negeri Sipil kepada negara kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3


Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk :


a.
membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil;


b.
mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, dan abdi masyarakat;


c.
menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 4


Ruang lingkup pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil mencakup :


a.
peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas Pegawai Negeri Sipil;


b.
partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan  Pegawai Negeri Sipil;


c.
peningkatan kerja sama antara Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningkatkan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil;


d.
perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan  perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Pasal 5


Untuk mewujudkan pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dan menjunjung tinggi kehormatan serta keteladanan sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup sehari-hari, Kode Etik dipandang merupakan landasan yang dapat mewujudkan hal tersebut.
BAB III
NILAI-NILAI DASAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 6


Nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi :


a.
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;


b.
kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;


c.
semangat nasionalisme;


d.
mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;


e.
ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;


f.
penghormatan terhadap hak asasi manusia;


g.
tidak diskriminatif;


h.
profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;


i.
semangat jiwa korps.
BAB IV
KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
Pasal 7


Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Negeri Sipil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 8


Etika dalam bernegara meliputi :


a.
melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;


b.
mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;


c.
menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;


d.
menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan tugas;


e.
akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa;


f.
tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program Pemerintah;


g.
menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif;


h.
tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
Pasal 9


Etika dalam berorganisasi meliputi :


a.
melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;


b.
menjaga informasi yang bersifat rahasia;


c.
melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;


d.
membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisasi;


e.
menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan;


f.
memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;


g.
patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;


h.
mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kinerja organisasi;


i.
berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.
Pasal 10


Etika dalam bermasyarakat meliputi :


a.
mewujudkan pola hidup sederhana;


b.
memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan;


c.
memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif;


d.
tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;


e.
berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan tugas.
Pasal 11


Etika terhadap diri sendiri meliputi :


a.
jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar.


b.
bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;


c.
menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;


d.
berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap;


e.
memiliki daya juang yang tinggi;


f.
memelihara kesehatan jasmani dan rohani;


g.
menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;


h.
berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
Pasal 12


Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil :


a.
saling menghormati sesama warga negara yang memelukagama/kepercayaan yang berlainan;


b.
memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;


c.
saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun antar instansi;


d.
menghargai perbedaan pendapat;


e.
menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;


f.
menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil;


g.
berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semuaPegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak-haknya.
BAB V
KODE ETIK INSTANSI DAN KODE ETIK PROFESI
Pasal 13


(1)
Berdasarkan ketentuan kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini :



a.
Pejabat Pembina Kepegawaian masing-masing instansi menetapkan kode etik instansi;



b.
Organisasi Profesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil menetapkan kode etiknya masing-masing.


(2)
Kode etik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan berdasarkankarakteristik masing-masing instansi dan organisasi profesi.
Pasal 14


Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kode etik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
PENEGAKAN KODE ETIK
Pasal 15


(1)
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi moral.


(2)
Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat secaratertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.


(3)
Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :



a.
pernyataan secara tertutup; atau



b.
pernyataan secara terbuka.


(4)
Dalam pemberian sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil.


(5)
Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat mendelegasikan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) kepada pejabat lain di lingkungannya sekurang­kurangnya pejabat struktural eselon IV.
Pasal 16


Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat(3), dapat dikenakan tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atas rekomendasi Majelis Kode Etik.
Pasal 17


(1)
Untuk menegakkan kode etik, pada setiap instansi dibentuk Majelis Kode Etik.


(2)
Pembentukan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan.
Pasal 18


(1)
Keanggotaan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, terdiri dari :



a.
1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota;



b.
1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota; dan



c.
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota.


(2)
Dalam hal Anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka jumlahnya harus ganjil.


(3)
Jabatan dan pangkat Anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperiksa karena disangka melanggar kode etik.
Pasal 19


(1)
Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melanggar kode etik.


(2)
Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.


(3)
Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah mufakat.


(4)
Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak tercapai, keputusan diambil dengan suara terbanyak.


(5)
Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final.
Pasal 20


Majelis Kode Etik wajib menyampaikan keputusan hasil sidang majelis kepada Pejabat yang berwenang sebagai bahan dalam memberikan sanksi moral dan/atau sanksi lainnya kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1).
Pasal 21


Kode etik profesi di lingkungan Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkansebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.









Sumber : http://www.pta-yogyakarta.go.id/pedoman-perilaku/kode-etik-pns.html